Sabtu, 07 April 2012

5 Langkah Pertumbuhan Iman Kristen


5 Langkah
Pertumbuhan Iman Kristen*)
(Efesus, 4:11-13)
Oleh : Pnt. Im. Lohmay**)
Langkah pertama : Memiliki keyakinan  bahwa kita adalah orang Kristen. Menjadi orang Kristen meliputi hal menerima Tuhan Yesus Kristus, anugerah kasih dan pengampunan Allah, berdasarkan iman. Hal ini menghasilkan penyerahan dalam tiga hal dari kepribadian seorang Kristen : (1) akal budi, (2) perasaan, dan (3) kemauan.
Langkah kedua : Bertumbuh dalam iman Kristen. Mengambil keputusan untuk menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita secara pribadi merupakan keputusan terpenting dalam kehidupan kita. Hal ini belum belum cukup karena pada saat menerima Kristus, ibarat bayi baru lahir dan membutuhkan pertumbuhan rohani secara terus menerus sampai menjadi dewasa rohani. Juga sebaliknya, tua umur dan banyak pengalaman hidup belum menjadi jaminan bahwa ia dewasa rohani. Karena itu, dalam II Petrus, 3:18 dinyatakan bahwa “Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus”.
Untuk dapat bertumbuh mencapai tingkat kedewasaan, kita perlu mentaati lima  prinsip rohani : (1) kita harus membaca Alkitab setiap hari, (2) kita harus selalu berdoa, (3) kita harus bersekutu dengan orang-orang Kristen lainnya, (4) kita harus bersaksi bagi Kristus, (5) kita harus taat pada Tuhan. Kelima prinsip rohani ini kata kuncinya adalah K E T A A T A N.
Langkah ketiga :  Mengalami kasih dan pengampunan Allah. Tuhan tidak hanya merindukan agar kita lahir baru dan memelihara hubungan baik dengan Dia, tetapi Tuhan lebih menginginkan agar kita tetap dalam persekutuan yang harmonis dengan Dia (Yoh. 4:23). Hubungan baik kita dengan Allah dan persekutuan kita dengan Allah berbeda. Ibarat hubungan seorang anak dengan ayahnya. Karena ia lahir dari ayah maka ia anak dari ayah dan tetap memiliki hubungan dengan ayah, tetapi ketika anak itu keluar dari rumah dan melakukan suatu tingkah laku yang buruk, ayahnya menolak ia kembali ke rumah, maka anak itu tidak memiliki persekutuan dengan ayahnya. Ada 4 proses yang perlu dilakukan : (1) Menyadari masalah dosa. Roma, 14:23 : Segala seuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa. Iman dalam Alkitab berarti “percaya kepada”, “bersandar kepada” … Allah. (2) Memerlukan pengakun dari dosa (Yoh. 1:29; Ibr. 10:1-18; 10 dan 12). (3) Kuasa atas dosa (Roma, 6:1-18), Kristus tidak hanya mati bagi dosa-dosa kita serta mengampuninya tetapi Ia juga membebaskan kita dari kuasa dosa. (4) Pengakuan dosa (I Yoh. 1 : 7).
Langkah keempat :  Dipenuhi oleh Roh Kudus. Kehidupan Kristen adalah suatu pengalaman yang luar biasa. Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang memiliki tujuan dan penuh kuasa. Kristus telah memberikan janji yang hampir-hampir tidak dapat dipercaya. “Sesungguhnya barang siapa percaya kepada-Ku … (Yoh. 14:12,13). Semua yang kita lakukan bukan atas keinginan dan kekuatan kita sendiri, tetapi atas penyertaan dan pimpinan Roh Tuhan.
Langkah kelima :  Berjalan bersama Tuhan dalam Roh. Sebenarnya kehidupan Kristen sangat sederahana; sedemikan sedernanya sehingga kita sering tersandung justru oleh kesederhanaan itu. Tetapi sebaliknya, kehidupan kristen itu  benar-benar sulit, sehingga tidak ada seorang pun yang mampu melakukannya. Paradoks (pertentangan) itu benar terjadi karena kehidupan Kristen adalah satu kehidupan yang ajaib. Orang yang hidup secara demikin adalah Tuhan Yesus Kristus. Kalau kita berjalan sendiri pasti sulit, tetapi jika kita mengundang Yesus yang mengepalai dan memimpin kehidupan kekristenan kita pasti bisa kita jalani bersama-Nya. Ada empat faktor yang perlu dipahami, agar kita berjalan bersama Tuhan dalam Roh dan berhasil, yaitu (1) memiliki keyakinan bahwa kita dipenuhi Roh Kudus, (2) siap sedia menghadapi peperangan rohani, (3) hidup karena iman, dan (4) bersaksi di dalam Roh.    Amin.
*) Renungan disampaikn dalam IRT Rayon 1 Jemaat Eklesia Nunbaun Delha (13 Desember 2011) di Rumah keluarga bapak Agustinus Beda. **) Penatua Rayon 1.

Jumat, 06 April 2012


MODEL PENDIDIKAN SEKS DAN PENERANGAN
BAHAYA PMS DAN HIV/AIDS BAGI REMAJA :
Kajian Bimbingan dan Konseling

Oleh : Imanuel Lohmay *)


ABSTRAK

Perilaku seks bebas yang menyimpang di kalangan remaja pada  kota-kota besar di Indonesia meningkat berdasarkan berbagai laporan hasil penelitian. Jika fenomena ini tidak dicarikan jalan keluar yang tepat, akan berdampak buruk bagi generasi mendatang. Dampak buruk itu misalnya antara lain : Meningkatnya penyakit menular seksual (PMS), banyak usia muda yang terserang HIV/AIDS, ketidakpuasan seks pada pasangannya setelah menikah, kawin cerai, perselingkuhan, dan masih banyak contoh lain.
Pemecahan yang ditawarkan terhadap ”perilaku seks bebas menyimpang” di kalangan remaja adalah model pendidikan seks yang disebut : ”Model Komunikasi Terpadu (MKT) atau Model Komunikasi Tiga Dimensi (MKTD). Model ini dibangun dari : (1) Pola asuh orang tua (pendidikan dalam keluarga), (2) sistem pendidikan sekolah, dan (3) lingkungan psikososial anak (masyarakat).
Model Pendidikan Seks MKT atau MKTD bukan merupakan satu-satunya langkah pemecahan, tetapi merupakan salah satu yang barangkali masih perlu dikaji dan didiskusikan lebih luas di berbagai kalangan sebelum penerapan secara luas.

Kata kunci : Model, pendidikan, seks, pms,bimbingan dan konseling

A.          Latar Belakang
Mencermati berbagai fenomena kehidupan remaja di kota-kota besar (terutama yang berhubungan dengan perilaku seks menyimpang) meningkat, maka Model Pendidikan Seks dan penerangan mengenai bahaya Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunedeficiency Syndrome) bagi remaja perlu dikaji karena:
1. Pada dekade sebelum tahun 1980-an, mempercakapkan seks secara bebas apalagi transparan masih dianggap tabu, jorok, dan sebagainya oleh orangtua, orang dewasa yang menikah, guru, dan pihak berkompeten lainnya. Tampaknya, teknologi komunikasi-informasi lebih dahulu dan cepat tanpa pertimbangan macam-macam mempengaruhi para remaja dengan pengetahuan tentang seks dibanding orangtua dan pihak lain  yang mempunyai hubungan dan kepedulian dengan remaja.
2. Remaja warga belajar yang pada umumnya berada di sekolah (-SLTP dan SMU/SMK) sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, tergolong usia penuh dengan gejolak. Dimana pada masa ini sebagai masa pembentukan diri,masa pencarian jati diri, yang oleh pakar psikologi perkembangan disebut ”usia rawan identitas” yang berada pada masa transisi antara masa anak dan masa dewasa (Shertzer dan stones, 1981). Pada masa ini para remaja warga belajar belum memilki integritas dan kepastian sikap. Hal ini mudah diamati dalam pola pikir yang irasional telah melandasi pola perilaku yang labil dan cenderung irasional (Lohmay, 1998), termasuk perilaku seks menyimpang.
3. Hubungan seks bebas diluar nikah dikalangan remaja berpeluang tertular PMS. Menurut kepala Biro Bina Keluarga Depertemen Kesehatan RI pada 1 Mei 1996 di semarang  bahwa 15% dari penderita HIV/AIDS di indonesia adalah remja yang masih   Nasional RRI tanggal 2 Mei 1996 jam 07.00 WIB). Hasil Penelitian PKBI NTT pada awal 1996 menunjukan bahwa remaja di Kotamadya Kupang umumnya telah mengenal alat-alat reproduksi dan PMS = 87%; yang telah mengalami hubungan seks dalam usia 13-17 tahun =25.9%, dan yang tertular PMS = 11.9%. Dokter Belinda Christina (dosen FK. Univ. Atmajaya Jakarta, membahas secara rinci selusin PMS berikut; (1) kencing nanah (GO), (2) kencing nanah bukan GO, (3) herpes kelamin, (4) kutil, (5) keputihan, (6) vaginosis, (7) jerawat mutiara, (8) kutu, (9) kudis, (10) sipilis, (11) AIDS, (12) hepatitis B. (Nova Edisi 6 Oktober 1996).
4. Hasil penelitian PKBI NTT juga menunjukkan bahwa di antara remaja Kotamadya Kupang talah mengunjunngi lokalisasi  WTS =14.7%. Angka mungkin tidak berarti, tetapi perilaku demikian beresiko tinggi dan potensial tertular PMS dan HIV?AIDS bagi remaja di kotamadya Kupang dan sekitarnya. Kotamadya Kupang sebagai salah satu kota tujuan wisata, berpotensi penyebaran cepat PMS dan HIV/AIDS (Tokan dan Lohmay, 1996).

B.     Tujuan Kajian
Kajian segi bimbingan konseling merupakan masukan pada forum panel diskusi ini untuk tercapai tujuan berikut: (1) menyamakan persepsi dan mengusulkan model pendidikan seks dan penerangan mengenai bahya PMS dan HIV/AIDS yang dapat dikembangkan dan dikembangkan di kotamadya Kupang dan NTT. (2) sharing informasi dan pengalaman yang berhubungan dengan remaja dalam hubunga dengan seks, PMS dan HIV?AIDS. (3) menindaklanjuti kajian-kajian model yang ditawarkan dalam praktek layanan pada tugas masing-masing peserta.

C.  Kajian Segi Bimbingan dan Konseling Tentang Model Pendidikan Seks dan   Penerangan Mengenai Bahaya PMS dan HIV/AIDS.
1. Dengan mencermati berbagai pengertian yang telah dikedepankan oleh para ahli teknologi bantuan kemanusiaan yang disebut Bimbingan Konseling, dapat disimpulkan bahwa Bimbingan konseling adalah bantuan yang diberikan oleh orang atau kelompok yang telah di bantu itu akhirnya dapat membantu dirinya sendiri. Berdasar pengertian dan pemahaman demikian, maka model apapun yang ditawarkan dan dari kajian manapun hendaknya beorientasi pada bagaiman para remaja dapat membantu dirinya sendiri. Berdasarkan hasil beberapa diskusi kelompok terarah (focus group discussion)yang telah diadakan dikalangan remaja (di sekolah dan panti asuhan) bahwa remaja lebih banyak memperoleh pengetahuan tentang seks dari teman sebaya daripada orangtua atau guru. Tidak semua pengetahuan tentang seks diterima remaja dari teman sebaya bersifat edukatif sehingga tidak sedikit menyebabkan perilaku seks menyimpang.
2. Bentuk penghampiran yang dilakukan oleh orangtua, guru pembimbing, dan pihak-pihak lain yangpeduli dengan remaja warga belajar: (a) Segi pemberi layanan: (1) orangtua: meningkatkan frekuensi dan kualitas komunikasi antar anggota keluarga, menghindari ola asuh yang otoriter maupun masa bodoh, pola keras dan makian PM dan sejenisnya di dalam keluarga dihilangkan, dan sebagainya; (2) guru pembimbing di sekolah: dapat mengembangkan perangkat- perangkat layanan (lunak dan keras) terhadap pribadi-sosial peserta didik(teutama yang berhubungan dengan pemahaman diri (tentang kelaki-lakian dan keperempuanan) dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, berhubungan dengan fungsi organ seks, dan dimensi layanan yang lain; (3) pihak- pihak lain yang berhubungan yang berkopeten untuk melakukan komunikasi (pergaulan) yang edukatif. (b) Segi subjek layanan : penghampiran pribadi, dan penghampiran kelompok.
3. Model pendidikan seks, penerangan bahaya PMS dan HIV/AIDS yang ditawarkan : MODEL KOMUNIKASI TERPADU (MKT) atau MODEL KOMUNIKASI TIGA DIMENSI (MKTD). Jabaran dari model MKT atau MKTD dapat dijelaskan berikut:
Keterangan:
1       = Pola asuh orangtua (pendidikan  keluarga)
2       = Sistem pendidikan sekolah.
1.2    = komunikasi orangtua dengan guru disekolah
3       =  Lingkungan psiko-sosial anak (masyarakat)
2.3    = Hub. Sekolah dengan masyarakat.
1.3    = Hub. Keluarga dengan masyarakat.
4       = Inti semua hubungan adalah remaja.

D. Simpulan
1. Memberi pelatihan kepada orangtua tentang pola asuh orangtua yang lebih menekankan pada pertama dan utama dengan pemberian contoh dan teladan positif-konstruktif-edukatif.
2. Para guru pembimbingdi sekolah lebih proaktif dalam mengembangkan layanan pemahaman diri-sosial dengan lebih menekakan rekayasa perilaku dengan tujuan pengubahan perilaku (behavior modification).di samping guru pembimbing, guru biologi diharap lebih memberi pengetahuan tentang pertumbuhan organ tubuh remaja, terutama yang berhubungan dengan fungsi organ seks.
3. Kerjasama keluarga (orangtua) dan sekolah dengan masyarakat sekitar remaja berada dengan mengembangkan pergaulan yang pedagogik-edukatif dan berusaha menekan bentuk perilaku dan pergaulan yang tidak membangun.

Sumber Bacaan :

Christina, B. (1996). Dua belas penyakit menular seksual. Nova (edisi 6 Oktober).
Ditjen Pusat Penelitian Penyakit Menular Badan Litbang Kesehatan Dep. Kes. RI.   (Prisma, No. 6.1994).
Lohmay, Im. (1998). Pengubahan perilaku irasional dalam kegiatan akademik melalui diskusi kelompok terarah. Tesis (tidak dipublikasikan): PPS IKIP Malang.
Shertzer, B & Stones, S.C.(1981). Fundamentals of guidance.  
Tokan, Selly, G.T. & Lohmay, Im. (1996). Profil pengetahuan dan sikap remaja kotamadya Kupang tentang reproduksisehat dan penyakit menular seksual. Kupang: FKIP Undana.   

---------------------------------------------
*) Dosen tetap pada Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Undana
         

Kamis, 05 April 2012

PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN ROPES


PENGEMBANGAN  STRATEGI  PEMBELAJARAN  ROPES : SEBAGAI STRATEGI PEMBELAJARAN ALTERNATIF DI PERGURUAN TINGGI.
Imanuel Lohmay

ABSTRAK
Strategi pembelajaran merupakan pola umum (model) yang diterapkan dosen dalam pembelajaran di perguruan tinggi pada kelas-kelas kuliah. Berinovasi dalam pengembangan strategi pembelajaran bagi seorang dosen di perguruan tinggi sangat diperlukan. Strategi pembelajaran ROPES (Review, Overview, Presentation, Evaluation dan Summary) merupakan strategi yang dinamis dan bertujuan memberdayakan mahasiswa dalam upaya mencapai tujuan belajarnya di perguruan tinggi. Strategi pembelajaran ROPES merupakan masukan dan referensi bagi dosen diperguruan tinggi.

Kata kunci : Strategi, pembelajaran, ROPES, inovasi, penyesuaian

A.   PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
Mencermati perkembangan dan perubahan kurikulum di perguruan tinggi mengharuskan dosen untuk terus menyesuaikan pembelajaran yang dilakukannya dengan perkembangan dan karakteristik mahasiswa. Bertolak dari pengalaman pribadi dalam mengajar di perguruan tinggi selama 24 tahun (khususnya di FKIP Undana pada beberapa program studi : Bimbingan dan Konseling, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Pendidikan Guru Anak Usia Dini, Pendidikan Luar Sekolah, Pendidikan Sejarah, Pendidikan Geografi, Pendidikan Bahasa Inggris dan Program Akta Mengajar) telah memberikan pelajaran amat berharga yang mendorong untuk berinovasi. Penyesuaian dengan perkembangan dan karakteristik mahasiswa yang mengaharuskan dilakukannya inovasi dalam pembelajaran.
Dua pendekatan yang dilakukan oleh dosen dalam pembelajaran : (1) pendekatan pembelajaran, dan (2) pendekatan personal. Kedua pendekatan tersebut bertujuan untuk mengembangkan kompetensi mahasiswa (kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, kompetensi professional) sebagai calon guru. Pendekatan pembelajaran dan pendekatan personal dapat digunakan secara seimbang dengan strategi yang tepat, strategi yang dapat memberdayakan mahasiswa.  Strategi ROPES sebagai strategi pembelajaran yang dipandang tepat dalam upaya memberdayakan mahasiswa.   Dalam strategi pembelajaran tersebut memberi kesempatan yang lebih besar kepada mahasiswa untuk mencari sumber dan bahan, menyusun, mendiskusikan dalam kelompok kecil dan menyajikan di depan kelas. Setelah penyajian oleh kelompok kecil yang bertugas, dilanjutkan dengan diskusi kelas untuk memperjelas dan memperkaya materi yang telah disajikan kelompok.
Strategi ROPES ini telah diuji coba pertama kali kepada mahasiswa Program Akta Mengajar angkatan 2006/2007 dan setiap angkatan berikutnya, rata-rata memberi respons bahwa strategi ini paling tepat digunakan dalam perkuliahan bagi mahasiswa akta mengajar yang rata-rata adalah sarjana. Selanjutnya, pada tahun akademik 2008/2009 mulai coba digunakan pada mahasiswa regular semester pertama, ternyata berdasarkan hasil amatan menunjukkan bahwa strategi pembelajaran ini lebih mendorong mahasiswa aktif mengerjakan tugas-tugas di luar jam kuliah dan di dalam ruang kuliah.
Strategi Ropes ini lebih merupakan kajian yang menggabungkan beberapa jenis strategi pembelajaran dan pendekatan pembelajaran. ROPES digunakan sebagai strategi alternatif bagi pembelajaran di perguruan tinggi berdasarkan hasil amatan sejak tahun akademik 2006/2007 sampaikan sekarang. Strategi ROPES juga digunakan sebagai solusi terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh dosen secara monoton dengan metode-metode mengajar dan strategi pembelajaran yang dari waktu ke waktu belum pernah diperbaharui.

2.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan untuk dikaji selanjutnya adalah : 
a.      Apa konsep dasar strategi pembelajaran ROPES?
b.      Bagaimana penerapan strategi pembelajaran ROPES?
c.       Sumbangan posiitif psikologis apa saja yang didapat dari strategi pembelajaran ROPES?

3.    Tujuan
Kajian ini bertujuan memberi masukan sekaligus sebagai bahan referensi bagi dosen di perguruan tinggi untuk :
a.      Berinovasi dalam menyesuaikan pembelajaran yang dilakukannya kepada mahasiswa secara kreatif agar tercapai pembelajaran yang aktif, inonatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM).
b.      Menggunakan strategi pembelajaran ROPES sebagai salah satu strategi pembelajaran alternatif dalam tugas mengajar sehari-hari.  
4.    Manfaat
Penulisan artikel ini diharapkan bermanfaat bagi :
a.      Dosen perguruan tinggi, yang setiap hari sebagai aktor dalam melakukan pembelajaran dengan strategi yang tepat dan terus diperbaharui.
b.      Mahasiswa sebagai subjek pebelajar yang aktif dan kreatif dalam proses mengembangkan diri dalam upaya mencapai tujuan belajarnya di perguruan tinggi.
c.       Pihak pengembang pembelajaran, khususnya di perguruan tinggi dapat melakukan kolaborasi berbagai strategi pembelajaran yang selalu disesuaikan dengan perkembangan dan karakteristik mahasiswa pada setiap tingkat.
d.      Peneliti di bidang pembelajaran untuk menjadikannya sebagai salah satu referensi dalam melakukan penelitian mendalam dan komprehensif.
  
B.   PENGKAJIAN
1.    Konsep Dasar Strategi Pembelajaran ROPES
Strategi Pembelajaran ROPES (Review, Overview, Presentation, Evaluation, Summary) dikaji dari segi pengertian strategi pembelajaran secara umum, dasar-dasar pengelompokan strategi pembelajaran, dan jenis-jenis strategi pembelajaran.
a.    Pengertian Strategi Pembelajaran
Istilah Strategi dipinjam dari  istilah dalam dunia kemiliteran. Strategi berasal dari  kata “Strategos “ (Yunani), yang berarti perencanaan penggunaan angkatan perang suatu negera untuk tercapainya tujuan perang. Sebelum suatu operasi  atau serangan militer dilakukan, dalam rangka tercapainya tujuan perang (menghancurkan musuh), para komandan sudah harus mengembangkan lebih dahulu strategi yang diperlukan. Tujuan dirumuskan lebih dahulu dalam pernyataan yang observable, berapa kekuatan yang diperlukan. Bagaimana skuadron, batalyon, pleton yang harus disebarkan. Tempat-tempat mana yang harus diduduki lebih dahulu. Pembekalan apa yang diperlukan, berapa jumlahnya, di mana harus disiapkan.
Pengertian Strategi dalam pembelajaran mempunyai makna yang berbeda dari pengertian strategi di bidang kemiliteran, walaupun ada unsur-unsur yang bersamaan dalam proses mencapai tujuannya. Pembelajaran diartikan sebagai kegiatan menciptakan system lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan itu terdiri dari komponen-komponen : Tujuan, materi yang diajarkan, dosen dan mahasiswa yang harus memainkan peran dalam situasi sosial tertentu, jenis kegiatan dan sarana prasarana, yang masing-masing saling berpengaruh dalam satu kesatuan sistem lingkungan belajar yang unik. Tiap sistem lingkungan memberi pengaruh yang berbeda. Hasil belajar yang dicapai juga berbeda pula dari satu sistem lingkungan dengan sistem lingkungan yang lain.
Pengertian strategi dalam konteks pembelajaran adalah pola umum perbuatan guru-murid dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar (Raka Joni, 1980). Di dalam pola umum itu tersirat rasional yang membedakan strategi yang satu dengan strategi yang lain. Pola umum itu oleh Joyce Weil (1972) dipakai istilah model. Strategi pembelajaran juga diartikan sebagai sejumlah langkah yang direkayasa untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu (http://www.hariansumutpos.com/2009/10/strategi belajar mengajar profesional.html).  Menurut Gerlach dan Ely, Strategi belajar mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegitan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Strategi belajar-mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket pengajarannya (Dick dan Carey). Strategi belajar-mengajar terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pengajaran tertentu dengan kata lain strategi belajar-mengajar juga merupakan pemilihan jenis latihan tertentu yang cocok dengan tujuan yang akan dicapai (Gropper). Tiap tingkah laku yang harus dipelajari perlu dipraktekkan. Karena setiap materi dan tujuan pengajaran berbeda satu sama lain, maka jenis kegiatan yang harus dipraktekkan oleh siswa memerlukan persyaratan yang berbeda pula (http:/pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_bll.html).
Menurut Gropper sesuai dengan Ely bahwa perlu adanya kaitan antara strategi belajar mengajar dengan tujuan pengajaran, agar diperoleh langkah-langkah kegiatan belajar-mengajar yang efektif dan efisien. Ia mengatakan bahwa strategi belajar-mengajar ialah suatu rencana untuk pencapaian tujuan. Strategi belajar-mengajar terdiri dari metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin siswa betul-betul akan mencapai tujuan, strategi lebih luas daripada metode atau teknik pengajaran. (http:/pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_bll.html). Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai pola umum atau model dalam kegiatan guru dan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b.   Dasar Pengelompokkan Strategi Pembelajaran
Oleh Raka Joni (1980) menunjukkan lima dasar pengklasifikasian strategi, yaitu:
(1)     Pengaturan guru dan siswa.
(2)     Struktur peristiwa belajar mengajar.
(3)     Peranan guru-siswa di dalam mengolah “pesan”.
(4)     Proses pengolahan “pesan”.
(5)     Tujuan.
Ely – Gerlach (1971), menggolongkan strategi atas dua kategori besar, yaitu : Expository dan Inquiry.  Strategi Expository lebih menekankan peran guru dalam proses mengajar. Guru lebih banyak memberi  daripada membimbing. Di pihak lain, siswa lebih banyak menerima daripada mencari. Sebaliknya, Strategi Inquiry lebih mengutamakan peran siswa dalam proses belajar mengajar. Siswa lebih aktif mencari daripada menerima dengan pasif. Guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator.
Joyce dan Weil (1978), mengelompokkan strategi atas empat model, dan pengelompokkan itu didasarkan kepada tekanan yang diutamakan dalam proses mencapai tujuan mengajar.  Keempat model dimaksud :
 (1)  Social Interaction Models, tekanannya pada individu dan masyarakat lingkungannya, konsekuensinya, pengajaran harus membantu individu mengembangkan kemampunannya berelasi dengan masyarakat untuk membangun masyarakat.
 (2) Information Processing Models, tekanannya pada proses mendapatkan “ilmu” yaitu memperoleh dan mengorganisir data, memikirkan masalah, menggeneralisir konsep dan kemampuan memecahkan masalah, menggunakan simbol verbal dan non verbal.
 (3) Personal Models, tekanannya pada proses pengembangan pribadi. Biasanya lebih mengutamakan kehidupan emosional dan hubungan antar personal.
 (4) Behavior Modification Models, tekanannya pada usaha bagaimana memanipulir reinforcement. Yang perlu diingat adalah bahwa pada tiap kegiatan belajar mengajar sesungguhnya telah ada penanganan tiap yang tersebut pada masing-masing model di atas, yang berbeda tekanannya.
Amstrong, dkk (1978), mengklasifikasikan strategi belajar mengajar berdasarkan dua komponen yang menjadi focus tercapainya tujuan pembelajaran, yaitu (1) Apa yang ingin dicapai, dan (2) Modus kegiatan belajar mengajar.
c.         Jenis-jenis Strategi Pembelajaran
Beberapa jenis strategi pembelajaran yang selama ini digunakan berdasarkan kajian dari para pakar dalam pembelajaran yang dikutip oleh Darmo Mulyoatmodjo dan Nurhida Amir Das (1982) seperti berikut :
1.      Memroses Informasi (Information Processing) :
1.1.Mengajar Induktif, dikembangkan oleh  Hilda Taba.
1.2.Latihan Inkuiri (Inquiry Training), dikembangkan oleh Richard Suchman.
Untuk 1.1  dan 1.2 bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir dan membuat teori.
1.3.     Inkuiri dalam IPA, oleh Joseph J. Schwab, bertujuan mengajarkan sistem penelitian suatu bidang ilmu, tetapi diharapkan ada pengaruhnya terhadap ilmu lainnya.
1.4.         Pembentukan konsep (concept attainment), oleh Jerome Bruner bertujuan mengembangkan berpikir induktif, juga untuk pembentukan konsep dan kemampuan analisis.
1.5.   Model Developmental, oleh Jean Piaget, Ixving Sigel dan Edmund Sulivan, bertujuan meningkatkan perkembangan inteligensi umum, terutama berpikir logis, juga untuk mengembangkan sosialitas dan moral.
1.6.           Advanced Organizer, oleh David Ausubel, bertujuan meningkatkan kemampuan memperoleh informasi yang efisien agar dicapai suatu satuan ilmu yang bermakna.
2.                                                    Interaksi Sosial (Social Interaction) :
2.1.    Kerja Kelompok (Group Investigation), oleh Herbert Thel dan John Dewey, bertujuan mengembangkan keterampilan berpartisipasi dalam proses sosial dengan cara mengembangkan hubungan antar personal dan keterampilan “menemukan” dalam bidang akademik.
2.2.   Pertemuan Kelas (Classroom meeting), oleh William Glasser, bertujuan untuk mengembangkan pengertian akan diri sendiri dan tanggung jawab pada kelompok dan dirinya.
2.3.            Inkuiri Sosial (Inquiry Social), oleh Byron Masilas, bertujuan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah social terutama dengan cara berpikir logis dan penemuan akademik.
2.4.            Model Laboratorium (Laboratory Method), oleh Methel Maine, bertujuan mengembangkan kesadaran pribadi (personal awarness) dan  fleksibilitas dalam kelompok.
2.5.            Model Pengajaran dengan Jurisprudential, oleh Donald Oliver, bertujuan melatih kemampuan mengolah informasi dan menyelesaikan isu sosial dengan kerangka acuan atau berpikir jurisprudential.
2.6.            Role Playing, oleh Fanni Shaftel dan George Shaftel, bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa menemukan nilai-nilai sosial dan pribadi  lewat situasi tiruan.
2.7.            Simulasi Sosial (Social Simulation), oleh Sarene Boocock, bertujuan membantu siswa untuk mengalami berbagai kenyataan dan proses sosial serta menguji reaksi mereka.
3.                                                     Personal
3.1.   Pengajaran non directive, oleh Carl Rogers, bertujuan membentuk kemampuan mengembangkan pribadi dalam arti self awareness, understanding dan self concept.
3.2.            Latihan Kesadaran (Awarness Training), oleh Fritz Perls, bertujuan meningkatkan kemampuan seseorang untuk self exploration dan self awareness.
3.3.      Synetic, oleh William Gordon, bertujuan mengembangkan kreatifitas perseorangan dan kreatifitas dalam memecahkan masalah.
4.                                                   Fokus Mencapai Tujuan Pembelajaran, oleh Amstrong, dkk :
4.1.       Strategi yang berorientasi kepada materi pelajaran (content centered).
4.2.        Strategi yang berorientasi kepada proses (process centered), dibedakan atas dua tipe :
a.      Strategi yang berorientasi kepada guru (teacher centered), dan
b.      Strategi yang berorientasi kepada siswa (student centered).
d.        Strategi Pembelajaran ROPES
Strategi Pembelajaran ROPES merupakan hasil adaptasi dari berbagai jenis strategi pembelajaran (1-4) yang dicatat di atas dan disesuaikan tuntutan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Strategi Pembelajaran ROPES (selanjutnya Strabel ROPES) juga merupakan pengembangan dari jenis-jenis strategi pembelajaran yang ada dan bersifat menggabungkan dan melengkapi kelemahan strategi pembelajaran : (1) memroses informasi, (2) interaksi social, (3) personal, dan (4) fokus mencapai tujuan pembelajaran.
Strabel ROPES juga merupakan strategi pembelajaran yang lebih bersifat mengembangkan dan memberdayakan kemampuan mahasiswa dalam mencari, menemukan sumber, dan meramu materi dalam bentuk hasil kajian yang selanjutnya dapat disajikan di kelas kuliah, serta membuka ruang bagi diskusi sebagai bagian dari pertanggungjawaban tugas yang dilanjutkan dengan koreksi penyempurnaan oleh dosen sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Jika dicermati dari pengertian di atas, paling tidak Strabel ROPES memiliki beberapa keunggulan dalam mengatasi kelemahan pembelajaran di perguruan tinggi selama ini, antara lain : (1)  Mengembangkan kemampuan intelektual mahasiswa dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. (2) Lebih memberdayakan mahasiswa untuk mencapai tingkat perkembangan yang optimal. (3)  Menjadikan  mahasiswa kelak menjadi ilmuan yang produktif dan bukan konsumtif. (4) Dapat mengembangkan potensi diri mahasiswa. (5) Peran dosen sebagai salah satu nara sumber dan fasilitator. 

2.        Penerapan Strategi Pembelajaran ROPES
Dalam Satuan Acara Perkuliahan (SAP), biasanya dicantumkan, antara lain : Mata kuliah dan Kode Mata kuliah, Bobot SKS, pokok bahasan dan sub pokok bahasan, standar kompetensi dan kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, strategi pembelajaran, dan sumber bahan. Pada strategi pembelajaran tercantum tahapan pola umum  kegiatan dosen dan mahasiswa dalam menjalani satu sesi perkuliahan. Strabel ROPES dimaksud seperti berikut :
2.1.       Review
Kegiatan review hampir sama dengan kegiatan apersepsi, di mana mahasiswa diminta menjelaskan konsep-konsep yang baru maupun yang telah dipelajari pada pertemuan kuliah yang lalu dan pengalaman belajar sehubungan dengan konsep-konsep tersebut di luar ruang kuliah. Pada kegiatan review juga mahasiswa diminta mengkomunikasikan tugas pada kuliah yang lalu. Kegiatan review dilaksanakan selama kurang lebih 10 menit pada awal setiap pertemuan kuliah.

2.2.       Overview
Pada kegiatan overview, dosen mengkomunikasikan standar kompetensi, kompetensi dasar, sub kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai pada awal perkuliahan kepada mahasiswa agar diketahui bersama. Kegiatan overview bertujuan agar perkuliahan berlangsung  dengan baik dan untuk tercapainya kompetensi dan tujuan pembelajaran yang dikehendaki sebagaimana telah dirancang terlebih dahulu oleh dosen. Kegiatan overview juga membuka ruang bagi diskusi bersama mahasiswa untuk merumuskan tujuan pembelajaran yang telah disusun oleh dosen. Kegitan overview berlangsung selama 10 menit.
2.3.       Presentation
Presentasi materi dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa. Oleh dosen biasanya dilakukan pada awal kuliah, berupa pokok-pokok meteri perkuliahan yang hendak dipelajari. Membagi mahasiswa dalam kelompok-kelompok kecil (antara 2 atau 3 orang) untuk menyiapkan materi di luar jam kuliah dari sumber-sumber belajar yang tersedia dan disajikan pada jam kuliah berikut. Jika pokok-pokok perkuliahan  sudah terdistribusi kepada semua kelompok mahasiswa, maka pada pertemuan pertama untuk pokok bahasan pertama oleh dosen. Selanjutnya, pada pertemuan kuliah kedua dan seterusnya, mahasiswa secara bergilir pada setiap tatap muka menyajikan tugas kelompok. Dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi kelas oleh kelompok lain (bukan penyaji). Terakhir adalah tugas dosen untuk menyempurnakan materi yang disajikan oleh kelompok, dalam bentuk penjelasan tambahan atau diskusi kelas dilanjutkan untuk lebih memperdalam materi yang telah disajikan kelompok penyaji.  
2.4.       Evaluation
Evaluasi (penilaian) dalam strabel ROPES dalam dua bentuk: (1) langsung, setelah diskusi kelas, atau (2) tidak langsung berupa tugas-tugas yang akan dikerjakan oleh mahasiswa di rumah dan akan dikomunikasikan pada pertemuan kuliah berikut. Bentuk evaluasi juga bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis. Evaluasi tertulis biasanya dalam bentuk soal-soal essay atau tugas mandiri yang akan diselesaikan oleh mahasiswa di rumah. Jika evaluasi dalam bentuk pekerjaan rumah (PR), dapat diselesaikan di rumah dan dikomunikasikan ke dosen pada pertemuan kuliah berikut.
2.5.       Summary
Setelah evaluasi, dosen wajib menyampaikan rangkuman materi kuliah pada hari itu kepada mahasiswa. Tujuannya agar mahasiswa dapat melengkapi catatan kuliahnya dan juga mencari referensi lain yang relevan dengan pokok-pokok perkuliahan saat itu.
3.        Sumbangan Psikologis dari Strategi Pembelajaran ROPES
Berdasarkan hasil pengamatan sewaktu menerapkan strabel ROPES pada berbagai kelas kuliah, dapat dideskripsi sumbangan psikologis seperti berikut :
a.      Mahasiswa secara bebas dan aktif mencari sumber dari berbagai referensi untuk memperoleh materi kuliah yang menjadi tugasnya untuk dikaji.
b.      Rata-rata mahasiswa mampu bekerja sama dalam menyiapkan tugas-tugas kuliah dalam waktu yang relatif singkat.
c.       Kelemahan individual diatasi dengan belajar  bersama dalam bentuk diskusi dan mengerjakan tugas-tugas kelompok.
d.      Rata-rata mahasiswa menunjukkan kreativitasnya dalam mengkaji dan menyajikan materi yang menjadi tugas kelompoknya.
e.      Pada saat penyajian tugas, lebih menuntut mahasiswa untuk mengembangkan nalar dan kemampuan berkomunikasi.
f.        Suasana pembelajaran lebih bersifat pengembangan diri mahasiswa.
g.      Hubungan dosen dengan mahasiswa dalam suasana pembelajaran lebih bersifat kemitraan sehingga mungkin tekanan psikologis dari mahasiswa tertentu dapat teratasi.

C.   SIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.        Simpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, berikut dapat disimpulkan bahwa (1) Strategi Pembelajaran (strabel) ROPES sebagai strabel alternatif pada pembelajaran di perguruan tinggi.  (2) Dosen dapat berinovasi dalam pengembangan berbagai strategi dan pendekatan dalam pembelajaran sangat diperlukan. (3) Strabel ROPES merupakan strabel yang dinamis bertujuan memberdayakan mahasiswa dalam upaya mencapai tujuan belajarnya di perguruan tinggi.
2.        Rekomendasi
Dosen-dosen di perguruan tinggi dapat menjadikan kajian artikel ini menjadi salah satu strabel alternatif di perguruan tinggi. Juga kepada pihak-pihak lain yang bertanggung jawab bagi pengembangan pembelajaran di perguruan tinggi dapat menjadikan strabel ROPES sebagai salah satu referensi dalam mengadakan inovasi pembelajaran.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Joko Tri Prasetya. (1997). Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia.
Darmo Mulyoatmodjo & Nurhida Amir Das. (1982). Strategi Pengembangan Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta : P3G Depsikbud.
Engkoswara. (2003). Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran. Jakarta : Bina Aksara.
Nana Sudjana. (2000). Dasar-Dasar Proses belajar Mengajar. Jakarta : Sinar Baru Algesindo.
Richard Dunne & Ted Wragg. (1995). Effective Teaching (Pembelajaran Efektif). Diter-jemahkan/disadur oleh : Anwar Jasin (1996). Jakarta : Grasindo.
Roestiyah, N.K. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Udin, S. Winataputra. (2008). Strategi Belajar mengajar. Posted on januari 13, 2008 by Pakde sofa.

----------ooo000ooo----------